31.10.09

BeranI

Badan ini lelah lunglai terkulai, kakipun serasa menggendong besi berton-ton tapi kutinggal saja tak ingin memanjakannya untuk sedikit memejamkan mata. Ia tertidur, matanya tertutup tapi di sudut matanya mengalir tetesan air yang semakin lama ia tak dapat menahannya. Mungkin sama sesaknya waktu itu.

Ketika seorang terhimpit keadaan, keputusan yang sebenarnya ia tak menginginkannya pun terpaksa keluar dari mulutnya sendiri. Berani memang dekat dengan resiko, tapi sebuah nilai dapat diambil dari keberanian untuk menyakiti diri bahwa manusia tak semestinya mengumbar bahagia demi meyumpal keegoisan jiwanya.