Malam demi malam, kebuntuan dayang sumbi tak kunjung berkesudah mencari akal, membual bebal, membebaskan kelibas-kelibas masa yang sudah. Berlari ke renung sejati, mendengung sedikit terpatri, kadang hilang menghancur, mengulur babak belur.
Kusam tak pula karam, dayang sumbi berdalih kalah, mengusap kecap-kecap agar tak terucap. Biasa demiterbiasa, dayang sumbi berkias membiasa.
Memuliakan hidup tak segampang membalik telapak tangan. Tujuan hidup yang diembanpun belum tentu benar, berlaku di dunia hanya sebuah fenomena yangjuga belum tentu benar adanya.Jika ada ‘kitab perbuatan’, penuntundetil- detildalam berbuat mungkin akan lebih mudah. Namun, itulah kelebihan manusia untuk menafsirkan apa yang dikecapnya, sehingga perbedaan adalah hal biasa.
Pemahaman tentang kebenaran atas suatu hal juga tak sama sebagai pembatasan argumen tiap manusia. Mengagungkan akal manusia pun belum cukup untuk menilik dibalik sebuah kesalahan. Kadang diri manusia harus mampu melihat kebanyakan orang disana, tapi itu pun tak sepenuhnya menjanjikan. Kebimbangan dan keraguan memang perlu untuk membuahkan suatu keyakinan.
Kebenaran atas pemikiran adalah hak dan milik dari kaum mayoritas yang sepakat dengan satu pemikiran. Pembenaranadalah diluar dari hal yang seharusnya benar. Kebenaran hakiki memang abstrak dan bisa tak sama dengan kebenaran mayoritas.