10.12.09

PelayaN

Memberi tanpa pamrih, tak mengingini apapun dan tak pula mengiba. Berusaha melakukan tanpa mengharap perlakuan. Sedikit menanjak untuk bisa mewujudkan.

Sungguh jiwa ini hanya ingin menjadi pelayan. Namun, ego masih tinggi menjulang terkekang lekang.

2.12.09

AbadI

‘Kamu milikku dan begitu pula aku milikmu selamanya’, diucapkannya di seberang jurang yang terjal. Usia yang baru kepala dua ini menelan mentah-mentah sebaris kalimat egois dari sisi manusia dengan harap ada seberkas sinar tulus didalamnya.

‘Tak ada daya pun manusia menentukan, keadaan terus mendesak dan terkadang tak sejalan dengan terawangan benak manusia pikirin yang kuanggap jernih, sedikit menyangkal meskipun bersimpuh tenang menerimanya.

Sebuah tulisan menyelingkuhi sebaris kalimat itu sekaligus menerangkan kenihilan arti keabadian, sebuah kata cita abadi tertulis didalamnya telah menghapus ucapan keabadian di sebaris makna kalimat itu.

Keabadian tumbuh dan diucapkan mungkin telah sirna dari jiwanya. Namun, dari situ masih kurasakan keabadian yang sulit diraba, mungkin saja bisa hilang suatu saat nanti. Abadi memang tak ada, hanya sebuah cita tulus manusia agar tetap lurus sejurus dengan tekadnya tanpa melihat adanya sentuhan tangan lain.

Keabadian hanya milik Sang Maha Kekal.

28.11.09

CandU


Keinginan mengulangi lagi dan tak mau berhenti. Sebuah sisi ruang untuk menanggalkan sebah serapah kehidupan, begitu mengasyikkan karna membuat melayang. Bermula dari coba-coba hingga terjerat tak mau lepas. Meninggalkanya perlu upaya yang sering memayahkan, terkadang juga membikin gerah diikuti kelu karna jeri meregang jerih. Hanya kesadaran untuk tak kembali yang bisa menguatkan, karna akan terus ada dan ada, mustahil akan hilang.

12.11.09

SabaR

Ladang sabar ternyata luas tanpa batas hingga nafsu amarah padam, tinggal nyala isak dan sesak yang menyeruak . Kekar dari luar, tapi lemah menjamah tak berdaya untuk beralih sabar. Menjadikan waktu kosong melolong, merongrong relung yang terus berkubang kabung. Bermimpi untuk senantiasa mendekap kesabaran hingga diujung perhelatan, hanya untuk tetap lurus di jalan kedamaian yang mulai menyamar.

9.11.09

JerA

Jeri sudah mengingini yang bukan haknya, sakit teregang separuh jiwa jika kembali bergelut. Letih diperbudak nafsu laknat, mestinya ditantang bukan malah ingin berlari pergi dengan jerat mengikat hingga ambruk tersungkur kembali. Bertahan kadang kala bisa dengan sadar bahwa manusia penuh keterbatasan jika dihadapkan pada Yang Kuasa, pemilik segala luas tak terjangkau. Kebijakan bahwa segala putusan dan hal akan kembali padaNya memang perlu dihayat bahwa kecamuk tak segenting seperti yang dirasa hingga membikin jera.

8.11.09

GagaP

Tak ada hak seseorang atas yang lain, menempatkan pada kebimbangan berbuat. Bertindak tak sesuai kehendak adalah pembatasan atas kemauan untuk acuh. Terbentur benak orang yang sulit diduga hingga menerka kadang menjadi kesalahan. Keinginan mengetahui hanya sekedar untuk berlaku benar. Mungkin bukan benar ataupun salah, lebih tepat ‘seharusnya’ dengan maksud agar berujung pada keselarasan paham.

Tak beda dengan meletakkan kepercayaan mutlak pada seseorang, menjadikan terkurung pada kandang sempit jika tidak mengenal bahwa ada di luar sana yang ikut bermain, terutama keadaan. Keadaan akan secepat kilat berubah setara dengan kegagapan dalam menerjemah makna. Di babak ini, memberi peluang pada kematian prinsip dan komitmen. Mungkin akan membuahkan damai jika mengerti bahwa hari-hari tetap sama hanya berganti cuaca.

6.11.09

LalaI

Kelalaian atau kepercayaan kuat hingga membuat kalah tak berdaya dengan bisikan setan. Nikmat sesaat membikin sesat, teringat membuat ngeri membututi di belakang, instrospeksi terus dijalani menanti untuk terhapus. Mungkin syukur yang tepat untuk tak kembali