28.11.09

CandU


Keinginan mengulangi lagi dan tak mau berhenti. Sebuah sisi ruang untuk menanggalkan sebah serapah kehidupan, begitu mengasyikkan karna membuat melayang. Bermula dari coba-coba hingga terjerat tak mau lepas. Meninggalkanya perlu upaya yang sering memayahkan, terkadang juga membikin gerah diikuti kelu karna jeri meregang jerih. Hanya kesadaran untuk tak kembali yang bisa menguatkan, karna akan terus ada dan ada, mustahil akan hilang.

12.11.09

SabaR

Ladang sabar ternyata luas tanpa batas hingga nafsu amarah padam, tinggal nyala isak dan sesak yang menyeruak . Kekar dari luar, tapi lemah menjamah tak berdaya untuk beralih sabar. Menjadikan waktu kosong melolong, merongrong relung yang terus berkubang kabung. Bermimpi untuk senantiasa mendekap kesabaran hingga diujung perhelatan, hanya untuk tetap lurus di jalan kedamaian yang mulai menyamar.

9.11.09

JerA

Jeri sudah mengingini yang bukan haknya, sakit teregang separuh jiwa jika kembali bergelut. Letih diperbudak nafsu laknat, mestinya ditantang bukan malah ingin berlari pergi dengan jerat mengikat hingga ambruk tersungkur kembali. Bertahan kadang kala bisa dengan sadar bahwa manusia penuh keterbatasan jika dihadapkan pada Yang Kuasa, pemilik segala luas tak terjangkau. Kebijakan bahwa segala putusan dan hal akan kembali padaNya memang perlu dihayat bahwa kecamuk tak segenting seperti yang dirasa hingga membikin jera.

8.11.09

GagaP

Tak ada hak seseorang atas yang lain, menempatkan pada kebimbangan berbuat. Bertindak tak sesuai kehendak adalah pembatasan atas kemauan untuk acuh. Terbentur benak orang yang sulit diduga hingga menerka kadang menjadi kesalahan. Keinginan mengetahui hanya sekedar untuk berlaku benar. Mungkin bukan benar ataupun salah, lebih tepat ‘seharusnya’ dengan maksud agar berujung pada keselarasan paham.

Tak beda dengan meletakkan kepercayaan mutlak pada seseorang, menjadikan terkurung pada kandang sempit jika tidak mengenal bahwa ada di luar sana yang ikut bermain, terutama keadaan. Keadaan akan secepat kilat berubah setara dengan kegagapan dalam menerjemah makna. Di babak ini, memberi peluang pada kematian prinsip dan komitmen. Mungkin akan membuahkan damai jika mengerti bahwa hari-hari tetap sama hanya berganti cuaca.

6.11.09

LalaI

Kelalaian atau kepercayaan kuat hingga membuat kalah tak berdaya dengan bisikan setan. Nikmat sesaat membikin sesat, teringat membuat ngeri membututi di belakang, instrospeksi terus dijalani menanti untuk terhapus. Mungkin syukur yang tepat untuk tak kembali

GeliaT

Di tengah mencari arti, tersandung kewajiban mutlak yang tak bisa dielak. Dirundung lengah, sadar sekejap tak kian menuju arah. Tak sekedar dituliskan, keraguan benar-benar hilang bahwa wajib dilakukan, akan sia-sia ditelan ke hati saja. Sadar dalam kondisi haram jadah tak membuat bergerak, hanya menggeliat dan tau kalah dengan suramnya hati , tapi tak kunjung pula digubah untuk bersih diri.

2.11.09

DesiR

Desir ini menjerit selalu menghujani di tiap hari kala fajar menjelang. Terbangun dalam sepi hingga merebah di hamparan suci sajadah. Kesadaran atau kehendak laknat yang menjadi penyebab, atau mungkin kejujuran hati yng ingin unjuk diri setelah terpendam dalam, jiwa ini pun hanya bisa merasa karna tak kuasa menjawab.

CukuP

Hidup semakin rumit bila ditelusur, pikiran terlilit hingga tak ingin merebah untuk bersenang sejenak. Peduli kepada orang tak perlu dipaksa, tapi hatipun tak setega itu. Kadang jiwa ini ingin merdeka tak alang kepalang disana yang merintang. Hidup memang berbagi dengan sesama, cukuplah bahagia di hati orang bukan di hati sendiri dan cukuplah tuhan sebagai penyelamat hati yang kosong. Hati ini pun bingung memilh orang atau kebebasan diri untuk tak peduli.